Diduga Langgar Prosedur, Polres Gowa Tahan Anak di Bawah Umur Tanpa Status Hukum
-GOWA, Infocelebes.com—Penahanan terhadap DK (16), anak di bawah umur, oleh Unit PPA Polres Gowa selama lebih dari 30 hari memicu sorotan publik. Ibu korban, Trisnawati, mengungkapkan ke awak media, bahwa hingga saat ini belum ada kejelasan status hukum anaknya. (1/6/25)
DK diamankan pada Selasa, 1 April 2025, namun hingga kini belum dibebaskan, dan keluarga belum menerima surat resmi seperti Laporan Polisi (LP) maupun Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP).
“Kami tidak tahu apa sebenarnya masalah anak saya. Penyidik hanya menghubungi lewat WhatsApp dan menyebut bahwa anak saya ditahan terkait kasus persetubuhan. Tapi tidak ada surat pemberitahuan apa pun,” kata Trisnawati
Trisnawati mengaku sempat ke Polres Gowa untuk melihat anaknya, namun dilarang bertemu. Ia hanya dapat melihat DK dari balik pintu kaca dan melihat adanya luka serta lebam di wajah anaknya.
“Cuma bisa lihat dari jauh, saya lihat ada luka dan lebam di mukanya. Itu membuat saya makin khawatir,” tambahnya.
Dua hari setelah penahanan, Trisnawati kembali dihubungi oleh penyidik yang menyampaikan bahwa pihak pelapor menuntut denda Rp25 juta agar perkara bisa diselesaikan secara damai.
“Saya kaget, baru tahu kalau pelapornya adalah DW, yang notabene pacarnya sendiri. Penyidik juga sempat tanya bagaimana tanggapan saya, tapi saya bilang saya tidak punya uang,” jelas Trisnawati.
Trisnawati menambahkan bahwa selama lebih dari seminggu DK ditahan, ia belum juga diperbolehkan bertemu anaknya secara langsung.
Saat dikonfirmasi oleh pihak keluarga pada 10 April 2025, penyidik mengungkap bahwa DK disangkakan melakukan kekerasan seksual terhadap DW, yang juga masih di bawah umur. Namun saat diminta LP, penyidik hanya menyerahkan nomor LP di selembar kertas.
Ketika akhirnya bertemu dengan anaknya, DK mengaku telah dianiaya oleh keluarga DW sebelum dibawa ke Polres. “Pantas saya lihat mukanya lebam. Anak saya mengaku dipukuli oleh keluarga DW,” ujar Trisnawati.
Penyidik ZA membenarkan bahwa saat DK dibawa ke Polres, ia tidak berada di tempat. Ia juga menyebut bahwa DK dibawa oleh keluarga korban, bukan diamankan oleh pihak kepolisian langsung.
"Seharusnya polisi juga memeriksa kondisi anak saya. Kenapa dalam kondisi luka langsung ditahan?" ujar Trisnawati. "Kenapa hanya anak saya yang ditahan, sementara pelaku pengeroyokan tidak?"
Setelah 21 hari penahanan, barulah Trisnawati diarahkan untuk membuat laporan balik atas dugaan pengeroyokan terhadap DK. Laporan itu teregister dengan Nomor: LP/B/416/IV/2025/SPKT/Polres Gowa/Polda Sulsel, tertanggal 21 April 2025.
"Kenapa tidak dari awal? Setelah 21 hari, luka anak saya sudah mulai sembuh," keluhnya.
Mediasi Restoratif Berujung Buntu
Pada hari ke-29 penahanan DK, Polres Gowa mengupayakan mediasi restoratif justice (RJ) yang dihadiri pihak keluarga DK, DW, serta BAPAS. Dalam mediasi tersebut, orang tua DW mengajukan dua syarat: denda Rp10 juta atau pernikahan DK dan DW.
Trisnawati menanggapi bahwa ia tidak mampu membayar denda tersebut, namun bersedia menikahkan anaknya jika memang itu menjadi solusi.
“Kalau soal uang, saya cuma sanggup Rp2 juta. Tapi kalau harus menikah, saya siap menikahkan anak saya,” ucap Trisnawati.
Namun, mediasi berjalan alot dan belum menghasilkan kesepakatan damai.
Laporan Balik dan Permintaan Visum
Setelah laporan balik dibuat, penyidik kembali menghubungi Trisnawati untuk meminta visum terhadap DK. Ia menunjukkan isi pesan penyidik yang meminta bantuan untuk biaya visum.
"Kalau pergi ki besuk sebentar dika, minta tolong ki titipkan uang utk periksa visum. "Melapor ki itu hari baru tdk di bawa memang Visum lukanya. "Saya yg tangani laporan ta bu,
Trisnawati berharap anaknya segera dibebaskan karena belum terbukti bersalah. Ia juga menuntut agar laporan pengeroyokan terhadap DK segera diproses secara adil.
“Anak saya tidak pantas diperlakukan seperti ini. Dia juga korban. Saya hanya ingin keadilan untuk anak saya,” tegasnya. (*/r35)
Komentar
Posting Komentar