Pemborosan Atau Penghabisan Anggaran, Penggunaan APBD Pinrang Diduga Tak Transparan, Pelatihan Perangkat Desa di Luar Daerah Dikelola dan Dikelola Pihak Ketiga Jadi Tanda Tanya
Makassar, 16 Juli 2025 — Pelatihan dan Uji Kompetensi Perangkat Desa Kabupaten Pinrang Angkatan III yang digelar selama tiga hari di Hotel Almadera, Kota Makassar, menuai sorotan tajam dan kritik keras dari berbagai pihak. Bukan karena substansi pelatihannya, melainkan karena sejumlah indikasi pelanggaran prosedur, ketidakefisienan anggaran, dan minimnya transparansi penggunaan APBD Kabupaten Pinrang Tahun 2025.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program peningkatan kapasitas perangkat desa yang telah berlangsung dalam beberapa gelombang. Pemerintah Kabupaten Pinrang menggandeng Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Sulsel, dengan peserta berasal dari berbagai desa di Pinrang.
Pelatihan di Luar Wilayah, Asas Efisiensi Dilanggar
Penempatan lokasi kegiatan di luar wilayah administratif Kabupaten Pinrang, tepatnya di Kota Makassar menjadi titik awal kritik. Padahal, pelatihan semacam ini secara prinsip dapat dilakukan di dalam daerah, memutar ekonomi lokal, serta mengurangi pemborosan anggaran untuk akomodasi dan transportasi.
Langkah ini diduga melanggar prinsip efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf f dan Pasal 11 ayat (1) PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mewajibkan penggunaan APBD berdasarkan asas manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat.
Anggaran Publik, Tapi Tak Diketahui Besarannya
Lebih mengkhawatirkan, saat dikonfirmasi terkait besaran anggaran kegiatan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Pinrang justru memberikan jawaban yang mencengangkan.
“Saya tidak tahu nominalnya, silakan tanya ke panitianya,” ucapnya singkat sambil menunjuk ke arah panitia yang tengah menyusun perlengkapan untuk pelaksanaan gelombang keempat kegiatan serupa.
Pernyataan tersebut memperlihatkan minimnya kontrol dan tanggung jawab pejabat pengguna anggaran, yang seharusnya memahami dan mengawasi setiap proses penggunaan dana publik.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 11 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik menyampaikan informasi penggunaan anggaran secara terbuka dan akuntabel.
Dipihakketigakan, Tapi Siapa yang Bertanggung Jawab?
Fakta lain yang semakin memperkeruh kegiatan ini adalah bahwa pengelolaan teknis pelaksanaan pelatihan dipihak-ketigakan kepada vendor eksternal. Namun hingga kini tidak diketahui siapa pihak ketiga tersebut, bagaimana proses pemilihannya, serta berapa nilai kontrak kerja sama yang diberikan.
Padahal, pengadaan barang/jasa pemerintah wajib tunduk pada Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jika pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh pihak ketiga tanpa mekanisme tender terbuka dan pengawasan dari Unit Layanan Pengadaan (ULP), maka kegiatan ini berpotensi mengandung maladministrasi, bahkan membuka ruang penyimpangan anggaran dan konflik kepentingan.
Desakan Audit dan Evaluasi Total
Kritik publik kini mengarah ke DPRD Kabupaten Pinrang, Inspektorat Daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap kegiatan ini, termasuk aliran dana, proses pengadaan, dan pertanggungjawaban kegiatan di luar wilayah kabupaten.
Pemerhati sosial kemasyarakatan, "Jupri, menyebut bahwa ketidaktahuan pejabat teknis soal anggaran, pemilihan lokasi yang tidak tepat sasaran, serta pemanfaatan pihak ketiga tanpa transparansi mencerminkan lemahnya tata kelola keuangan daerah.
Sementara itu, Kepala BPSDM Pinrang, Machmud Bancing, menyatakan harapannya agar kegiatan ini mampu mencetak aparatur desa yang profesional dan inovatif.
“Kami ingin hasil pelatihan ini benar-benar diterapkan di lapangan, dan bukan sekadar rutinitas kegiatan formal semata,” ujar Machmud. (*)
Komentar
Posting Komentar