Karyawan PT Amarta Mikro Fintek Keluhkan Jam Kerja dan Hak Normatif yang Terabaikan
Gowa,Propensi Sulawesi-Selatan Indonesia,Bahan Merdeka-Com
Gowa, Juli 2025 — Seorang karyawan dari PT Amarta Mikro Fintek, Ibu yusrianna S.M, menyampaikan keluhannya terkait kondisi kerja yang dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Didampingi oleh Rasiman S.H. dari Lembaga Aliansi Indonesia, ia membeberkan sejumlah permasalahan yang dialaminya sejak bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 2019.

Dalam kesaksiannya, Ibu Yusrianna menyebut bahwa jam kerja yang diterapkan melebihi batas maksimal yang ditentukan undang-undang, yaitu 8 jam per hari. Ia menuturkan bahwa karyawan sering kali bekerja hingga pukul 10, bahkan 11 malam, tanpa mendapatkan bayaran lembur.

> “Kita masuk kerja jam 7 pagi, idealnya selesai jam 5 sore. Tapi kenyataannya sering pulang jam 9, jam 10, bahkan jam 11 malam. Yang paling cepat pun bisa jam 8 malam,” ungkapnya. “Itu pun tanpa dibayar lembur sejak 2019.”



Menurut Yusrianna, kondisi tersebut mulai memburuk setelah pandemi COVID-19 pada tahun 2020, yang membuat munculnya banyak mitra bermasalah dan memperpanjang jam kerja karyawan di lapangan.

Selain masalah jam kerja, Ibu Yusrianna juga menyinggung soal program bonus saham perusahaan (ESOP – Employee Stock Ownership Program) yang tidak jelas realisasinya. Ia mengaku menerima surat keputusan resmi sebagai penerima saham senilai Rp13.700.000, namun hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait hak tersebut.

> “Saya pernah menanyakan dalam rapat, tapi tidak ada tanggapan. Sertifikatnya resmi, ditandatangani atasan saya saat itu, disalurkan lewat Pak Nopal ke AM masing-masing,” katanya.



Tidak hanya itu, ia juga menyoroti aturan kerja hari Sabtu yang disebutkan secara nasional sudah tidak diberlakukan, namun tetap dijalankan di beberapa poin tertentu.

Masalah lain yang turut disampaikan adalah terkait BPJS Kesehatan. Menurut Rasiman S.H., perusahaan diduga tidak membayarkan iuran BPJS secara rutin, padahal gaji karyawan tetap dipotong. Hal ini menyebabkan karyawan tidak bisa mengakses layanan kesehatan saat sakit.

> “Ini termasuk pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan. Selain jam kerja, perusahaan juga tidak memperhatikan kesehatan karyawan. Ketika ingin berobat, BPJS-nya tidak bisa dipakai karena tidak dibayarkan,” jelas Rasiman.



Harapan Karyawan: Penuhi Hak dan Perbaiki Sistem

Menutup pernyataannya, Ibu Yusrianna berharap PT Amarta Mikro Fintek memperbaiki sistem kerja dan lebih memperhatikan kesejahteraan karyawannya.

> “Harapan saya, berikanlah hak-hak kami. Jangan karena kami berani bersuara lalu dianggap musuh. Justru itu harus dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan perusahaan ke depannya,” tegasnya.



Pihak Lembaga Aliansi Indonesia menyatakan siap mendampingi karyawan yang mengalami ketidakadilan di lingkungan kerja dan mendesak instansi terkait untuk menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.



Arman /Hasmiaty umi

Komentar