Sudah Setahun, Laporan Polisi SPDP Tak Kunjung Dikirim Ulang, Proses Hukum Kasus Kredit Mandek
Makassar,Propensi Sulawesi-Selatan Indonesia,Bahana --Merdeka,Com
-Makassar – Dugaan kejahatan perbankan yang melibatkan sindikat mafia kredit pensiun mencuat di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Para korban, yang sebagian besar merupakan pensiunan lanjut usia, diduga menjadi sasaran skema pembobolan dana pensiun yang dilakukan secara sistematis oleh sekelompok pelaku.

Kasus ini pertama kali mencuat setelah sejumlah korban digugat oleh Bank BRI Takalar atas dugaan kredit macet. Padahal, menurut keterangan para korban, mereka tidak pernah mengajukan kredit tersebut secara sadar.

Tim Kuasa Hukum Hatibu, Maria Monika Veronika Hayr, S.H dan  Alfian Sampelintin, S.E.,S.H.,M.H., dalam kinfrensi persnya (2/4/25), menjelaskan bahwa setelah Kami temui para korban di Pengadilan Negeri Takalar. Mereka menceritakan bahwa ada proses pengambil alihan kredit (takeover) oleh pihak-pihak yang belakangan diketahui merupakan sindikat mafia,” ungkap Maria

Para korban kemudian didorong untuk membuat laporan resmi ke pihak kepolisian. Laporan tersebut masuk ke Polda Sulsel pada 15 Desember 2023 dan kemudian dialihkan ke Polrestabes Makassar, tepatnya di Unit 3 Tipidter. Penyidikan sempat berjalan dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirim ke Kejaksaan Negeri Makassar.

Namun, proses hukum tersebut mengalami stagnasi, SPDP diketahui telah dikembalikan oleh jaksa pada November 2024, dan hingga April 2025, belum ada kejelasan lanjutan. “Ini patut dipertanyakan, karena SPDP adalah dokumen penting agar jaksa bisa memantau kasus untuk keperluan penuntutan,” tegas pendamping hukum.

Dari hasil penyelidikan para korban dan tim pendamping, terungkap bahwa dana pensiun yang dicairkan melalui Bank Woori Saudara seharusnya digunakan untuk melunasi pinjaman di Bank BRI Takalar. Namun, dana tersebut justru dialihkan ke rekening-rekening milik pelaku.

Salah satu pelaku yang disebut memiliki peran besar adalah Henny Adam (HA), yang disebut menerima hingga Rp90 juta per korban. “Jika dikalikan dengan jumlah korban yang mencapai 17 orang, maka nilai total kerugian sangat besar,” jelasnya.

HA diketahui tidak bekerja di bank, namun istrinya, Febemar Laginti (FMG), adalah karyawan vendor di Bank Woori Saudara dan diduga kuat sebagai pihak yang mencairkan dana tanpa hak. Bukti pencairan dikabarkan telah diamankan oleh tim pelapor.

“Pasangan ini diduga kuat sebagai otak dari sindikat mafia kredit pensiun. Mereka menerima pembagian terbesar dan perannya sangat sentral,” tambahnya.

Selain modus pencairan fiktif, ditemukan pula pola lain berupa penggunaan SK Pensiun asli yang masih berada di Bank BRI untuk mengajukan pinjaman baru di bank lain. Hal ini membuka indikasi bahwa sindikat ini bekerja secara sistematis dan melibatkan pihak dalam.

Alfian Sampelintin, S.E.,S.H.,M.H., menambahkan dalam waktu dekat kami akan menempuh langkah - langkah hukum lainnya, jelasnya

Upaya hukum ini segera kami tempuh untuk mempercepat proses hukum yang sementara macet di Polrestabes Makassar, diantaranya Kapolri, Ombusmand, KPK, OJK, Kejaksaan Agung serta Bank Indonesia dan Kompolnas. Kejahatan yang merugikan negara kok dibiarkan  hingga klien kami karena kasus ini terserag stroke, Terang Alfian

Hingga berita ini diturunkan, para korban dan pendamping hukum masih mendorong proses hukum untuk segera dituntaskan dan menyerukan agar pihak-pihak berwenang serius menangani kasus ini. (r35)

Komentar